Nasehat

Pancaran Kebersihan hati 
 
Mahasuci Allah SWT, Dzat yang menguasai segala-galanya dengan Maha Cermat dan Sempurna. Tahu persis apa yang kita lakukan, tidak hanya lirikan mata, tapi niat di balik setiap lirikan mata. Tidak hanya kata yang terucap, tapi niat dibalik setiap kata yang terucap. Berbahagialah bagi orang-orang yang selalu menyadari bahwa ALLAH Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Menilai segala apa yang kita lakukan, sebab pastilah tidak ada yang luput dari genggaman-Nya, walau satu titik noktah pun jua.

Pastilah pula Allah Ta’ala akan memberikan ganjaran yang setimpal dan balasan yang setimpal pula dari setiap yang kita lakukan. Dan ketahuilah bahwa apapun perilaku yang kita lakukan sebenarnya adalah pancaran dari hati kita. Seumpama sebuah teko, ia hanya akan mengeluarkan isi yang ada di dalamnya. Jika di dalamnya air kopi maka yang keluar juga air kopi, di dalamnya air teh maka yang keluar juga air teh, di dalamnya air bening maka yang dikeluarkan juga air bening. Begitu pula dengan perilaku lahiriah kita, ia adalah cerminan keadaan hati kita yang sesungguhnya.

Artinya, pribadi seorang hamba yang hatinya telah bersih, bening dan lurus karena telah terkelola dengan baik akan tercermin pula dari tampilan dan perilaku lahiriahnya. Diantaranya dapat dilihat dari raut muka atau wajah kita ini, karena kalau hati cerah, ceria, senang, tulus, dari wajah juga akan tampak pancaran ketulusan, jadi jernih, bening, dan senantiasa memancar energi untuk membahagiakan orang lain.

Orang yang hatinya bersih akan tercermin pula dari kerapihan dan kebersihan di lingkungan sekitarnya. Kita sepakat bahwa kumal, kusut, kotor, dan bau adalah perilaku yang tidak disukai agama, karena agama berdiri atas kebersihan. Demikian disabdakan oleh Rasulullah SAW

Kita jangan sampai diperbudak oleh mode. Intinya, kalau orang lain melihat penampilan kita, orang itu menjadi cerah, tentram, senang, dan merasa aman. Tidak usah pula repot dengan menempelkan segala atribut, gambar tempel, atau juga tanda jasa supaya orang lain tahu siapa kita. Buat apa? Semuanya harus wajar dan tidak berlebih-lebihan.
Bagi seorang wanita yang memiliki hati bersih akan terpancar pula dari penampilannya yang tidak over acting, tidak berdandan mencolok, tidak mengumbar aurat tapi justru menjaga dan menutupnya.. Hal ini menjadikan orang lain tidak berdosa gara-gara dia.

Pancaran bersih hati lainnya akan tampak terealisasikan pula dari struktur bibir atau senyuman. Pastilah kita akan enak kalau melihat orang lain senyum kepada kita dengan tulus, wajar dan proporsional. Dan senyum itu bukanlah perkara mengangkat ujung bibir -- itu perkara tipu-menipu -- tapi yang paling penting adalah keinginan dari dalam diri untuk membahagiakan orang yang ada di sekitar kita, minimal dengan senyuman. Dan tentu saja dilanjutkan dengan sapaan tulus, ucapan salam "Assalaamu'alaikum", timbul dari hati yang ikhlas, insyaallah ini akan membuat suasana menjadi lebih enak, tentram, dan menyenangkan.

Demikian pula hati yang bersih akan menampakkan kata-kata yang halus dan baik. Lisannya selalu dijaga dari perkataan yang diharamkan seperti dusta, ghibah, menipu dan lainnya, juga akan terhindar dari menyakiti saudaranya. Bukankah Nabi Muhammad SAW telah menyatakan :
“Muslim (yang benar) adalah yang menjadikan orang islam yang lain selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya” (Al Hadits)

Suatu yang patut kita renungkan, saat duduk di mesjid sewaktu shalat berjemaah atau juga acara majelis taklim, kadangkala kita suka enggan menyapa orang di samping kita, sepertinya ada tabir atau benteng yang kokoh menghalang. Padahal yakin sama-sama umat Islam, yakin sama-sama mau sujud kepada ALLAH. Kalau kita ada dalam kondisi seperti ini seharusnya tidak usah berat untuk menyapa duluan. Kenapa kita ini ingin disapa lebih dulu? Etikanya memang, yang muda kepada yang tua, yang berdiri kepada yang duduk, yang datang kepada yang diam. Namun sebaiknya mumpung kita punya kesempatan, lebih baik kita duluan yang menyapa.

Maka, sudah seharusnya sapaan kita itu tidak hanya mengoreksi, mengkritik, tapi juga berupa penghargaan, pujian, ucapan-ucapan doa yang tidak harus ada hubungannya dengan masalah pekerjaan. Artinya kalau orang lain bertemu kita, haruslah orang lain itu merasa aman. Kalau mau bicara, sapaan kita juga harus aman, harus bersih dari membuat orang lain terluka. Pokoknya kalau orang lain datang, orang itu harus merasa aman. Ini ciri-ciri orang yang pengelolaan hatinya sudah bagus. Kata-kata, lirikan mata, sikap diri kita harus kita atur sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kebahagiaan bagi orang lain, sebab hati tidak bisa disentuh kecuali oleh hati lagi.

Hati yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tampak pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.

Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.

Sebaliknya adalah orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.

Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya.

Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya.

Sumber: http://madinatulilmi.com